KULAP atau Kuliah Lapang adalah salah satu mata kuliah dengan jumlah 2 SKS. ini adalah kuliah paling asik, karena 4 pertemuan dikelas sebagai pendahulan dan 4 hari 3 malam kita mengamati dan berjalan-jalan ke berbagai obyek lanskap. tugas? oh, tentu ada. tugasnya kita harus melaporkan hasil pengamatan dari aspek :
1. Desain Lanskap
2. Perencanaan Lanskap
3. Manajemen/ Pengelolaan Lanskap
4. Tanaman dan Tata Hijau
Obyek lanskap yang dikunjungi
pada kegiatan Kuliah Lapang Arsitektur Lanskap adalah rest area, Keraton
Kasepuhan Cirebon, Kotagede, Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Kampung Kauman,
Benteng Vredeburg, Kota Yogyakarta/ Malioboro, Candi Prambanan, Gunung Merapi
dan Museum Vulkanologi, Pantai Parangtritis, dan Gua Jatijajar. Berikut adalah
gambaran umum dari setiap lokasi :
1. Rest Area Jalan Tol
Cipularang
Pembangunan jalan tol yang cukup
panjang menyebabkan pentingnya penyediaan area untuk pemberhentian sementara
bagi pengguna jalan yang dikenal sebagai rest
area, karena digunakan sebagai tempat istirahat sementara pada waktu
melintas di jalan tol yang cukup panjang. Jalan Tol Cipularang merupakan jalan
tol yang cukup panjang dan cukup banyak terdapat rest areadi kiri dan kanan
jalan. Ramainya pengguna jalan menyebabkan pembangunan rest area tidak sekedar
sebagai tempat istirahat, tetapi berkembang sebagai sarana jalan tol yang
menyediakan berbagai fasilitas dan sangat potensial dari sisi ekonomi. Yang
perlu diperhatikan dalam pembangunan rest area ini adalah lingkungan ekologi
kawasan, aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan manusia pengguna, serta
estetika lanskapnya.
2. Keraton Kasepuhan Cirebon
Keraton Kasepuhan merupakan
keraton tertua dari empat keraton di Kota Cirebon. Keraton ini semula bernama
keraton Pangkuwati yang dibangun pada tahun 1480 M oleh Pangeran Sri Mangana
Cakrabuana, putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran Bogor.
3. Keraton Yogyakarta
Keraton
Yogyakarta dibangun pada tahun1756 Masehi oleh Pangeran Mangkubumi Sukowati
yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Lokasi ini berada dalam satu garis
imajiner Laut Selatan, Krapyak, Kraton, dan Gunung Merapi. Bangunan Kraton
Yogyakarta sedikitnya terdiri dari tujuh bangsal. Masing-masing bangsal
dibatasi dengan regol atau pintu masuk. Bangunan inti keraton dibentengi dengan
tembok ganda setinggi 3,5 meter berbentuk bujur sangkar. Sehingga untuk
memasukinya harus melewati pintu gerbang yang disebut plengkung.
4. Taman Sari
Taman Sari adalah situs bekas taman
Keraton Yogyakarta. Taman ini dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I, pada
tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman ini mendapat sebutan “The Fragrant Garden” ini memiliki luas lebih dari 10 Ha dengan 57
bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air,
maupun danau buatan beserta pulau buatan dan lorong bawah air. Kompleks Taman
Sari dapat dibagi menjadi 4 bagian.
5. Benteng Vredeburg
Benteng ini dibanguna oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1765. Benteng ini terletak di utara keraton.
Benteng ini juga memiliki arsitektur yang unik, saat ini, dimanfaatkan sebagai
museum yang menampilkan display perjuangan rakyat Indonesia merbut kemerdekaan.
6. Kota Gede
Kota Gede merupakan sebuah kawasan
yang terletak sekitar 10 km di delatan Kota Yogyakarta. Dulu, kawasan ini
merupakan pusat pemerintahan kerajaan Mataram Islam pada pertengahan abad XVI
Masehi. Pada kawasan ini terdapat makam raja-raja terdahulu. Saat ini, kawasan
Kota Gede terkenal dengan kerajinan perak, yang terletak di sepanjang Jalan
Kemasan.
7. Kota Yogyakarta/ Malioboro
Kota Yogyakarta/ Malioboro merupakan
kota pusat budaya Jawa, selain kota Surakarta. Kota ini dibangun sejak
didirikannya Keraton Yogyakarta sebagai Ibukota Kerajaan Mataram oleh Sri
Sultan Hamengku Buwono I. Pada awal pembangunan kota ini menganut konsep yang
dianut keraton, khusunya konsep tata ruang dan poros imajiner Gunung Merapi-
Alun-alun – Keraton – Laut Selatan.
8. Candi Prambanan
Candi Prambanan merupakan candi Hindu
terbesar di Indonesia, dengan ketinggian 47 meter, dibangun oleh dinasti
Sanjaya pada abad 9. Terletak 17 km ke arah timur Yogyakarta di tepi jalan raya
menuju Solo. Candi yang utama adalah Candi Siwa (tengah), Candi Brahma
(selatan), Candi Wisnu (utara). Pada dinding pagar langkan candi Siwa dan candi
Brahma terdapat relief cerita Ramayana, sedangkan pada pagar langkan candi
Wisnu terdapat relief Krisyana. Pada candi Siwa relief cerita Ramayana tersebut
searah jarum jam, relief selanjutnya bersambung di candi Brahma.
9. Gunung Merapi dan Museum
Vulkanologi
Gunung Merapi merupakan salah satu
gunung berapi teraktif di dunia. Pemanfaatan kembali kawasan ini perlu
perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan karakteristik alami lanskap dan
upaya mitigasi bencana. Museum Vulkanologi merupakan salah satu pusat edukasi
mengenai vulkanologi di Indonesia, untuk memberikan informasi lebih banyak
tentang kegunungapian dan mitigasi bencana.
10. Pantai Parangtritis
Pantai Parangtritis adalah pantai
Samudera Hindia yang terletak 28 km di Selatan Kota Yogyakarta.
11. Goa Jatijajar
Taman wisata Goa Jatijajar terletak
21 km ke arah selatan Gombong, atau 42 km ke arah barat Kebumen. Goa Jatijajar
merupakan goa kapur yang telah terbentuk secara alami selama ribuan tahun. Di
dalam goa terdapat mata air atau sendang. Sebagai obyek wisata, di dalam goa
ditambahkan elemen artifisial, terutama diorama dengan patung yang berjumlah 32
buah patung, yang keseluruhannya menceritakan legenda “Raden Kamandaka-Lutung
Kasarung”
ASPEK DESAIN LANSKAP
Karakteristik desain yang ada
dalam setiap tapak yang dikunjungi berbeda-beda, ada yang alami atau buatan dan
tradisional atau modern. Lanskap dengan karakter alami merupakan lanskap yang
terbentuk karena alam tanpa adanya campur tangan manusia, sedangkan lanskap
dengan karakter buatan adalah lanskap yang melibatkan manusia dalam proses
pembentukannya. Berikut adalah tabel hasil pengamatan karakter lanskap yang
dimiliki oleh setiap obyek.
Tabel 1. Karakteristik Desain Lanskap
Tapak
|
Karakteristik Desain
|
|||
Alami
|
Buatan
|
Tradisional
|
Modern
|
|
Rest Area
Jalan Tol Cipularang
|
v
|
v
|
||
Keraton
Kasepuhan Cirebon
|
v
|
v
|
||
Keraton
Yogyakarta
|
v
|
v
|
||
Taman Sari
|
v
|
v
|
||
Benteng
Vredeburg
|
v
|
v
|
||
Kota Gede
|
v
|
v
|
v
|
|
Kota
Yogyakarta/ Malioboro
|
v
|
v
|
v
|
|
Candi
Prambanan
|
v
|
v
|
v
|
|
Gunung
Merapi
|
v
|
v
|
||
Museum
Vulkanologi
|
v
|
v
|
||
Pantai
Parangtritis
|
v
|
v
|
||
Goa
Jatijajar
|
v
|
v
|
Rest area merupakan lanskap yang dibuat di sepanjang jalan tol,
sebagai fasilitas peristirahatan dalam jalur jalan tol yang cukup panjang. Lanskap pada jalur jalan tol merupakan
proses disain keseluruhannya, dan tidak boleh diperlakukan sekedar sebagai
kosmetik terhadap sesuatu yang dianggap tidak baik. Demikian pula lanskap
yang terdapat pada rest area adalah harus di desain untuk menambah kenyamanan pada pengunjung saat
singgah di rest area. Sedangkan, pada Keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton
Yogyakarta, Taman Sari dan Benteng Vredeburg terlihat lanskap buatan yang
cenderung tradisional. Berbeda dengan Kota Gede yang memiliki karakter lanskap
yang alami dan juga buatan serta tradisional. Lanskap Kota Gede alami karena
keberadaanya secara alami sebagai pemukiman maskyarakat, namun elemen yang ada
pada Kota Gede seperti rumah, dibuat oleh penduduk sekitar. Namun, dari elemen
buatan maupun alami yang ada pada tapak, tetap memiliki kesan tradisional.
Pada setiap obyek yang
dikunjungi, memiki hal-hal yang menonjol dan unik yang membuat perbedaan dan
ciri masing-masing, dan menerapkan prinsip desain dengan baik. Prinsip
disain yang harus diterapkan mencakup:
1. simplicity
2. scale/
proportion
3. balance
4. rhythm
5. contrast
6. unity.
Pada kawasan keraton
Kasepuhan Cirebon terdapat alun-alun, mesjid dan juga lapangan. Pada gambar 1.a
dapat terlihat sebuah panggung kecil tempat raja melihat pertunjukan yang ada
di lapangan. Sedangkan, di dalam keraton
penerapan desain terlihat dari bentuk gapura dan elemen pendukung keraton itu
sendiri. Nilai lokal terlihat dari bentuk desain dari panggung, gapura, tembok,
dan lainnya yang banyak menggunakan ukiran. Desain lanskap yang ada sudah
sesuai dengan kondisi alami tapak serta lingkungannya, dan juga sesuai dengan
fungsi dan budaya. Secara keseluruhan, desain Keraton Kasepuhan Cirebon ini
sudah sangat baik, dengan adanya pembagian zona, yaitu zona pengembangan, zona
penyangga, dan zona inti.
Gambar 1. Keraton Kasepuhan
Cirebon
Sama halnya dengan Keraton Kasepuhan Cirebon, desain pada
Kota Gede pun mengunggulkan ukiran. Namun, ukiran ini tidak sama dengan ukiran
pada Keraton Kasepuhan Cirebon. Secara keseluruhan, lanskap ini telah
menerapkan prinsip desain dengan baik dan menyatu dengan alam. Demikian pula
pada Keraton Yogyakarta, desain lanskap pada tapak ini sudah menerapkan prinsip
desain dengan baik dengan mengunggulkan nlai lokal yang ada. Dengan
karakteristik tradisional, yang terlihat pada ukiran di tembok keraton, serta
pada bentuk atap yang bertingkat dan meruncing. Layaknya arsitektur tradisional
yang dibangun pada masa itu, setiap elemen memiliki makna tersendiri yang
memiliki sebuah doa atau pengharapan.
Gambar 2. Kota Gede
Gambar 3. Keraton Yogyakarta
Secara keseluruhan, kualitas desain dari setiap tapak sudah
baik dan sudah menerapkan prinsip desain. Walaupun, elemen pada tapak adalah
elemen buatan, tetapi setiap elemen yang ada berhasil bersatu dengan baik
dengan kondisi alam disekitarnya. Selain itu, lanskap yang ada sudah sesuai
dengan fungsi dan budaya masyarakat sekitar. Keraton Kasepuhan Cirebon dan
Keraton Yogyakarta berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga raja. Sehingga,
lanskap dari keraton ini dibuat agar tampak nyaman dan aman bagi penghuni
keraton. Demikian halnya dengan Kota Gede, yang juga merupakan sebuah kawasan
pemukiman yang terkenal dengan kerajinan perak. Desain lanskap Kota Gede sudah
mencerminkan fungsinya sebagai pemukiman, dan budaya dari masyarakat sebagai
pengrajin perak.
Tapak lain yang juga berfungsi sebagai pemukiman/tempat
tinggal adalah Taman Sari. Taman Sari merupakan bagian dari Keraton Yogyakarta,
yang berfungsi sebagai tempat persembunyian. Hal ini dapat terlihat dari tembok
yang mengelilingi Keraton Yogyakarta dan Taman Sari. Lanskap pada Taman Sari
lebih di dominasi oleh elemen keras berupa tembok, kolam dan lorong. Desain
seperti ini, menunjang fungsinya sebagai tempat persembunyian pada saat itu.
Selain itu, Benteng Vredeburg juga merupakan salah satu bagian dari Keraton
Yogyakarta. Dikarenakan waktu kunjungan yang tidak tepat, maka pada tapak ini
hanya dapat diamati pada halaman depan saja. Lanskap pada benteng ini tentu
sudah mengalami perubahan, karena pada tapak ini sudah terdapat jejeran
kios-kioas. Fungsi benteng ini sudah beralih, dari tempat pertahanan menjadi
museum dan tempat diadakannya pertunjukkan seni. Lanskap pada tapak ini sudah
cukup nyaman, dan tidak terdapat permasalahan desain, karena pada tapak ini
halaman terlihat kosong dan pandangan tidak terhalang, sehingga pengunjung
dapat melihat ke segala arah dengan cepat.
Obyek lainnya yang memiliki karakter lansakap berbeda
adalah Candi Prambanan dan Kota Yogyakarta/Malioboro, yang bersifat alami
sekaligus buatan, namun tetap tradisional. Candi Prambanan adalah lanskap alami
yang itunjang dengan lanskap buatan, sehingga secara keseluruhan lanskap pada
tapak ini sesuai dengan kondisi alaminya. Keunggulan dari desain lasnkap ini
adalah adanya pola sirkulasi yang mengarahkan pengunjung serta dengan adanya pembagian
ruang yang apik. Ruang- ruang ini dihubungkan oleh sirkulasi yang linear. Pada
mulanya, pengunjung dari tempat parkir diarahkan ke loket yang kemudian
berlanjut ke ruang inti, yaitu candi Prambanan. Setelah pengunjung selesai
mengitari kawasan candi, pengunjung diarahkan ke pintu keluar. Sebelum menuju
pintu keluar, disajikan area bermain anak, Museum Prambanan, dan lain
sebagainya. Setelah pengunjung keluar dari kawasan inti, pengunjung disajikan
area perbelanjaan. Desain seperti ini sangat baik, karena dari desain seperti
ini seluruh sarana dan fasilitas yang disediakan oleh pengelola dapat digunakan
dengan baik oleh pengunjung, selain itu pembagian sperti ini tidak akan membuat
pengunjung bingung atau tersesat.
Kota Yogyakarta adalah kota yang sangat hidup pada malam
hari. Khususnya pada kawasan Malioboro, yang sangat terkenal di telinga
wisatawan lokal maupun mancanegara. Kota ini sangat tertata dengan baik. Jalur
sirkulasi di sepanjang jalan sangat bersig dan di desain sangat baik dan memperhatikan
fungsi, budaya serta kondisi alaminya. Pada jalur sirkulasi tidak hanya
terdapat jalur sirkulasi unruk kendaraan bermotor saja, tetapi juga terdapat
jalur untuk pejalan kaki. Elemen keras pada jalan pun memberi ciri khas pada
Kota Yogyakarta/Malioboro, yaitu lampu jalan dan signage. Lampu jalan pada kota ini tidak hanya sekedar pajangan
saja seperti lampu jalan pada kota lain. Secaara keseluruhan desain lanskap
kota ini sudah sangat baik. Desain kota ini cenderung membentuk perilaku dari
masyarakatnya, sehingga kota ini dapat memberikan rasa aman dan nyaman.
Obyek selanjutnya adalah Gunung Merapi, yang merupakan
lanskap alami. Seperti yang diketahui beberapa waktu lalu, gunung ini
memuntahkan lahar panasnya. Sehingga, cukup menggemparkan Yogyakarta, dan
merusak lanskap sekitar Gunung Merapi. Terlihat banyaknya kawah atau lubang
disekitar kawasan Gunung Merapi, dan debu yang menutupi kawasan. Namun, saat
ini kawasan ini sudah mulai terlihat hijau dan hidup kembali. Kawasan ini, saat
ini di bagi menjadi tiga zona yaitu zona hijau-aman, zona kuning-cukup aman,
dan zona merah-tidak aman. Akibat dari letusan Gunung Merapi, kawasan ini
dijadikan obyek wisata, yang masih terdapat di zona kuning. Ini merupakan suatu
kesalahan, karena pada zona kuning masih tidak boleh ditempati maupun
dikunjingi oleh masyarakat. Sebaiknya, jika kawasan ini masih ingin dijadikan
obyek wisata, perlu adanya desain yang menjamin kemanan pengunjung, sehingga
jika ada aktivitas dari Gunung Merapi, pengunjung ataupun masyarakat dapat di evakuasi dengan cepat dan aman.
Gambar 4. Lanskap Gunung Merapi setelah letusan
Alternatif lain jika kawasan
ini tetap ingin dijadikan sebagai obyek wisata adalah dengan menambahkan
kelengkapan pada Museum Vulkanologi. Lanskap pada museum ini sudah cenderung
modern, dapat dilihat dari bentuk bangunan museum dan pelataran museum yang
geometris. Desain pada lasnkap ini sangat sederhana dan cenderung tidak
mencerminkan arsitektural jawa maupun yogyakarta.
Gambar 5. Pelataran Museum Vulkanologi Gambar 6. Tampak depan Museum Vulkanologi
Lanskap alami lainnya yang
dikunjungi adalah Pantai Parangtritis dan Goa Jatijajar. Pada Pantai
Parangtritis, tidak terdapat banyak elemen pada tapak. Tapak cenderung
dibiarkan kosong pada zona inti, pesisir pantai. Pada zona ini, dapat terlihat
hamparan laut yang indah dan pegunungan pada arah berkebalikan 180o.
Pemandangan ini sangat jarang di dapatkan pada sebuah pantai. Hanya pada Pantai
Parangtritis, dapat dinikmati dua pemandangan sekaligus, hamparan air dan
pegunungan. Sedangkan, lanskap pada Goa Jatijajar sangat tidak tertata pada
pelatarannya. Tidak adanya pembagian ruang yang jelas menyebabkan pedagang
dapat memasuki zona penyangga. Selain itu, ketidakjelasan pembagian ruang,
mengakibatkan sirkulasi yang kurang jelas. Fungsi lanskap pada tapak ini tidak
digunakan dengan baik.
Gambar 7. Pelataran Goa Jatijajar
ASPEK PERENCANAAN LANSKAP
Cara
mengurangi pemeliharaan pada tahap perencanaan
–
penggunaan
paving pada area rumput
–
lay out yang sederhana dengan open space yang luas
lebih mudah dipelihara dibanding lanskap dengan banyak species tanaman dan
flower bed
–
menggunakan maintenance free plants. Makin exotic
pilihan dan susunan tanaman makin banyak pemeliharaan. Bila mungkin memilih
tanaman yang secara agroklimat cocok.
–
penanaman tertentu memerlukan pemeliharaan intensip
dibanding tanaman lainnya. Lawn memerlukan pemangkasan yang teratur.
–
lay out lawn harus bebas dari hambatan penggunaan
mower.
–
mengurangi tanaman semusim
–
menggunakan tanaman perennial berkayu atau selalu
menganak
–
merencanakan penggunaan alat/mesin pemeliharaan, dan
sistim irigasi mekanis
Tabel 2.
Perencanaan dan Analisis Tapak
No
|
Lanskap Jalan/Rest Area
|
Keraton Kasepuhan
|
Kota Gede
|
|
Perencanaan Lanskap
|
||||
1
|
Fungsi
ruang yang dikembangkan(multifungsi, tunggal, ganda)
|
Tunggal
-tempat
peristirahatan
|
Ganda
-kawasan
wisata
-tempat
mengadakan upacara adat
|
Multifungsi
-kawasan
wisata
-tempat
tinggal warga
-pusat
kerajinan perak
-area mata
pencaharian warga
|
2
|
Tata ruang
(ruang sosial, ruang budaya, ruang ekologi, ruang rekreatif, ruang
konservasi)
|
Ruang sosial
|
Ruang budaya
|
Ruang sosial,
ruang budaya, ruang ekologi
|
3
|
Struktur
tata ruang (hirarki)
|
Hirarki
|
||
4
|
Pola
sirkulasi (looping, linear, curvilinear, radial, grid)
|
Linear
|
Linear
|
Linear
|
5
|
Konsep tata
ruang
|
Sudah ada
pembagian ruang : inti, penyangga, dan pengembangan.
|
Pembagian
ruang sudah cukup jelas
|
|
6
|
Pendekatan
(human ecological, parametric, ecological approach)
|
Human ecological
|
Human
ecological
|
Human
ecological
|
Analisis Tapak
|
||||
1
|
Faktor
utama pembentuk tapak (biofisik, sosial, budaya, sejarah)
|
Sosial
|
Budaya, sejarah
|
Biofisik,
budaya, sosial
|
2
|
Kategori
tapak (ideal site, alternative site)
|
Alternative
site
|
Ideal site
|
Ideal site
|
3
|
Rekayasa
Tapak (site engineering)
|
Cut and fill
|
Mempertahan
bentuk tapak
|
Mempertahan
bentuk tapak
|
Tabel 2.
Perencanaan dan Analisis Tapak (lanjutan)
No
|
Taman Sari
|
Keraton Yogyakarta
|
Benteng Vredeburg
|
|
Perencanaan Lanskap
|
||||
1
|
Fungsi
ruang yang dikembangkan(multifungsi, tunggal, ganda)
|
Tunggal
-kawasan
wisata
|
Tunggal
-kawasan
wisata
|
Multifungsi
-kawasan
wisata(museum)
-tempat
menyelenggarakn pertunjukan seni
|
2
|
Tata ruang
(ruang sosial, ruang budaya, ruang ekologi, ruang rekreatif, ruang
konservasi)
|
Ruang sosial,
ruang budaya
|
Ruang sosial,
ruang budaya, ruang ekologi
|
Ruang
sosial, ruang budaya
|
3
|
Struktur
tata ruang (hirarki)
|
Hirarki
|
Hirarki
|
Hirarki
|
4
|
Pola
sirkulasi (looping, linear, curvilinear, radial, grid)
|
Linear
|
Linear
|
Linear
|
5
|
Konsep tata
ruang
|
Dibagi menjadi
4 bagian: danau buatan, bangunan, Pasarean Ledok Sari dan Kolam Garjiwati,
dan kompleks Magangan.
|
Terdapat
pembagian ruang yang jelas: inti, penyangga, dan pengembangan
|
|
6
|
Pendekatan
(human ecological, parametric, ecological approach)
|
Human ecological
|
Human
ecological
|
Human
ecological
|
Analisis Tapak
|
||||
1
|
Faktor
utama pembentuk tapak (biofisik, sosial, budaya, sejarah)
|
Sejarah,
budaya
|
Sejarah,
budaya
|
Sejarah,
budaya
|
2
|
Kategori
tapak (ideal site, alternative site)
|
Ideal site
|
Ideal site
|
Ideal site
|
3
|
Rekayasa
Tapak (site engineering)
|
Mempertahan
bentuk tapak
|
Mempertahan
bentuk tapak
|
Tabel 2.
Perencanaan dan Analisis Tapak (lanjutan)
No
|
Kota Yogyakarta/
Malioboro
|
Gunung Merapi
|
Candi Prambanan
|
Gua Jatijajar
|
|
Perencanaan Lanskap
|
|||||
1
|
Fungsi ruang
yang dikembangkan
(multifungsi,
tunggal, ganda)
|
Multifungsi
-pusat
perbelanjaan bagi wisatawan
-obyek
wisata
-tempat
tinggal warga
|
Multi
fungsi
-kawasan
wisata
-mata
pencaharian warga sekitar
-tempat
tinggal warga
|
Tunggal
-kawasan
wisata
|
Tunggal
-kawasan
wisata
|
2
|
Tata ruang
(ruang sosial, ruang budaya, ruang ekologi, ruang rekreatif, ruang
konservasi)
|
Ruang
sosial, ruang budaya, ruang rekreatif
|
Ruang
ekologi, ruang konservasi
|
Ruang
budaya, ruang rekreatif
|
Ruang
rekreatif
|
3
|
Struktur
tata ruang (hirarki)
|
Hirarki
|
Non hirarki
|
Non hirarki
|
|
4
|
Pola
sirkulasi (looping, linear, curvilinear, radial, grid)
|
Grid
|
Linear
|
Linear
|
Linear
|
5
|
Konsep tata
ruang
|
Tata ruang
kota Yogyakarta sangat rapi
|
Sejak
terjadi letusan, Gn. Merapi dibagi menjadi 3 ruang/zona.
|
Pembagian
ruang sangat baik. Terdapat 3 ruang : inti, penyangga, dan pengembang
|
Pembagian
sudah ada namun masih tidak terlihat jelas.
|
6
|
Pendekatan
(human ecological, parametric, ecological approach)
|
Human
ecological
|
Ecological
approach
|
Human ecological
|
Ecological
approach
|
Analisis Tapak
|
|||||
1
|
Faktor
utama pembentuk tapak (biofisik, sosial, budaya, sejarah)
|
Sosial,
budaya, sejarah
|
Budaya,
searah, biofisik
|
Budaya,
sejarah, biofisik
|
Sejarah
|
2
|
Kategori
tapak (ideal site, alternative site)
|
Ideal site
|
Ideal site
|
Ideal site
|
Ideal site
|
3
|
Rekayasa
Tapak (site engineering)
|
Mempertahan
bentuk tapak
|
Mempertahan
bentuk tapak
|
Mempertahan
bentuk tapak
|
ASPEK PENGELOLAAN
Pada tapak yang memiliki karakter
lanskap yang alami, jika manusia mengelola lingkungan dengan memakai
teknologinya, dan dikombinasikan dengan prinsip-prinsip ekologi, maka dapat
dijamin keberhasilan pemanfaatan lahan untuk kebutuhan manusia tanpa merusak
lanskap alami.
Secara umum, keseluruhan
tapak memilik tampilan fisik yang baik. Namun, memang ada beberapa tapak yang
masih kurang memperhatikan tampilan fisiknya. Berikut iniadalah tabel data
pengelola setiap tapak yang dikunjungi.
Tabel 3. Data
Pengelola
Tapak
|
Pengelola
|
Dukungan Pemda
|
||
Pemda
|
Swasta
|
Ada
|
Tidak Ada
|
|
Ruas Jalan
dan Rest Area Jalan Tol Cipularang
|
PT. Jasamarga
|
v
|
||
Keraton
Kasepuhan Cirebon
|
v
|
v
|
||
Keraton
Yogyakarta
|
v
|
v
|
||
Taman Sari
|
v
|
v
|
||
Benteng
Vredeburg
|
v
|
v
|
||
Kota Gede
|
v
|
v
|
||
Kota
Yogyakarta/ Malioboro
|
v
|
v
|
||
Candi
Prambanan
|
PT. Taman Wisata Candi
|
v
|
||
Gunung
Merapi
|
v
|
|||
Museum
Vulkanologi
|
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman
|
v
|
||
Pantai
Parangtritis
|
v
|
v
|
||
Goa
Jatijajar
|
v
|
v
|
Manajemen lanskap diperlukan
untuk menjaga dan merawat keberadaan lanskap itu sendiri dan fasilitasnya agar
tetap sesuai dengan tujuan desain dan fungsi semula, selain itu juga untuk
meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengunjung. Manajeman lanskap yang baik
juga dapat meningkatkan nilai dari lanskpa yang bersangkutan. Oleh karena itu,
diperlukan fasilitas yang menunjang manajemen lanskap secara keseluruhan.
Adapaun fasilitas yang tersedia adalah :
a. loket penjualan tiket
b. pusat informasi
c. pemandu wisata
d. toilet umum
e. mushola
f.
tempat duduk/ bangku
g. area perbelanjaan
souvenir/toko souvenir
h. tempat/area parkir
i.
tempat sampah
Rencana pengelolaan sebuah
lanskap memerlukan sebuah perhitungan yang jelas, agar tidak menyebabkan
kerugian. Adapaun rencana pengelolaan yang harus dilakukan adalah :
a. organisasi pengelolaan
b. kebutuhan tenaga kerja
c. metode kerja yang digunakan
d. spesifikasi bahan dan alat
e. jadwal pengelolaan
f.
kebutuhan anggaran biaya
Sedangkan, proses pengelolaan
yang baik adalah dengan (1) menetapkan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak
pengelola, (2) merencanakan operasional kegiatan pengelolaan, (3) melaksanakan
pekerjaan pengelolaan yang sudah ditetapkan, (4) memantau kegiatan pengelolaan,
apakah sudah sesuai dengan rencana yang disusun dan apakah sudah sesuai dengan
tujuan pengelolaan, dan jika diperlukan dapat (5) melakukan re-design.
Seperti yang telah
disebutkan, kegiatan pengelolaan memerlukan anggaran biaya. Biaya ini didapatkan
dari hasil penjualan tiket dan pemasukan lainnya yang dipungut oleh pengelola. Atau
juga dapat diterima dari hasil penyewaan kios pada pedagang. Upaya yang dapat
dilakukan untuk menekan biaya pemeliharaan/pengelolaan adala dengan menggunakan
:
a. desain yang sederhana. Desain
yang sederhana membantu memudahkan pemeliharaan, karena pada desain yang
sederhana, tidak menggunakan detail yang sulit. Sehingga,
pemeliharaan/pengelolaan dapat dilakukan lebih mudah dan sesuai dengan desain
yang diberikan.
b. elemen penunjang yang mudah
dicari. Jika terdapat elemen yang rusak, misalnya elemen pada dinding candi
rusak dan harus diganti, maka elemen ini harus mudah dicari. Sehingga tidak
membutuhkan biaya yang besar untuk mengganti elemen tersebut. Sebaiknya
digunakan elemen dari daerah lokal.
c. struktur bahan yang kuat dan
awet. Struktur bahan yang digunakan harus sesuai dengan kondisi ekologi
lingkungan sekitar. Oleh karena itu, lebih baik digunakan bahan yang berasal
dari daerah asal/lokal.
d. pola sirkulasi yang jelas,
rasional, dan logis. Sirkulasi linear lebih baik digunakan, karena memudahkan
dalam proses pemeliharaan/pengelolaan.
e. jaringan utilitas terencana
dengan baik dan terdokumentasi. Hal ini bermanfaat jika jaringan utilitas
mengalami gangguan/kerusakan, maka tidak perlu melakukan pembongkaran secara
keseluruhan. Tetapi dapat dilihat dari dokumen bagian jaringan yang harus
dilakukan pembingkaran dan diperbaiki.
Setiap tapak yang dikunjungi
memiliki tingkat pemeliharaan yang berbeda-beda. Terdapat tiga tingkat pemeliharaan
yang biasa dilakukan, yaitu :
1. intensif, dilakukan pada
tapak yang berukuran relatif kecil, seperti taman rumah, median jalan, tempat
rekreasi
2. semi intensif, dilakukan pada
tapak yang mengakomodasi banyak kegiatan seperti taman lingkungan
3. ekstensif, dilakukan pada
tapak berukuran relatif besar dan luas, misalnya jalan tol
Tabel 4. Tingkat Pemeliharaan Tapak
Tapak
|
Tingkat Pemeliharaan
|
||
Intensif
|
Semi
|
Ekstensif
|
|
Ruas Jalan
Tol Cipularang
|
v
|
||
Rest Area
Jalan Tol Cipularang
|
v
|
||
Keraton
Kasepuhan Cirebon
|
v
|
||
Keraton
Yogyakarta
|
v
|
||
Taman Sari
|
v
|
||
Benteng
Vredeburg
|
v
|
||
Kota Gede
|
v
|
||
Kota
Yogyakarta/ Malioboro
|
v
|
||
Candi
Prambanan
|
v
|
||
Gunung
Merapi
|
v
|
||
Museum
Vulkanologi
|
v
|
||
Pantai
Parangtritis
|
v
|
||
Goa
Jatijajar
|
v
|
Demikian pula pada tapak yang
dikunjungi. Setiap tapak mengakomodasi kegiatan pengguna tapak yang
berbeda-beda, dan memiliki fungsi serta desain yang berbeda pula. Hal ini,
menyebabkan tingkat pemeliharaan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan tapak.
Pada tabel 4 dapat terlihat bahwa adanya perbedaan tingkat pemeliharaan. Ruas
Jalan Tol Cipularang, Gunung Merapi dan Pantai Parangtritis menggunakan sistem
pemeliharaan yang ekstensif, karena ukuran tapak yang relatif luas dan besar.
Pada ruas jalan tol, pengguna hanya sekedar melewati jalan, pemeliharaan
dilakukan hanya jika ada tanaman atau elemen penunjang yang rusak serta
membahayakan pengguna jalan. Sedangkan, pada Gunung Merapi dan Pantai
Parangtritis, tapak ini termasuk lanskap alami yang luas, sehingga pemeliharaan
dilakukan jika terdapat elemen lanskap yang berbahaya bagi pengguna tapak. Pemeliharaan
ini dapat dilakukan dengan :
1.
Mowing untuk merangsang tumbuhnya bunga.
2.
Pemangkasan untuk kebutuhan pakan; dapat juga
digembalakan ternak di tempat.
3.
Pengendalian dengan pembakaran yang terkendali.
4.
Pemakaian herbisida
Lain halnya dengan Rest Area
Jalan tol Cipularang, Benteng Vredeburg, dan Kota Gede yang membutuhkan
pemeliharaan semi intensif. Pemeliharaan semi intensif dilakukan dengan jadwal
yang sudah ditetapkan oleh pengelola. Pemeliharaan bertujuan untuk menhjaga
keamanan dan kenyamanan pengunjung. Kegiatan yang diakomodasi pada tapak ini
tidak hanya sekedar lewat seperti pada ruas jalan, tetapi pada tapak ini sudah
disediakan berbagai fasilitas yang menunjang fungsi tapak. Sedangkan tapak
lainnya, membutuhkan pemeliharaan yang intensif. Karena pada tapak ini, nilai
yang diunggulkan adalah keindahan dari elemen intinya, seperti Keraton
Kasepuhan Ciebon, Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Candi Prambanan, Museum
Vulkanologi, dan Goa Jatijajar. Pemeliharaan intensif dilakukan untuk menjaga
fungsi dan desain awal, sehingga pengunjung dapat merasakan keistimewaan
lanskap yang disajikan.
Pengelolaan pada lanskap yang
masih alami dapat dilakukan dengan
•
Pemangkasan percabangan bawah untuk meningkatkan kualitas kayu, dan meningkatkan
visualitas.
•
Bagian paling tepi dibiarkan percabangan utuh, supaya
terlihat alami.
•
Membuang jenis pohon yang tidak diinginkan, agar
kualitas kayu baik.
Secara keseluruhan manajemen
pada setiap tapak suadah baik. Akan tetapi, kurang tegasnya peraturan
menyebabkan banyknya pungutan liar yang beredar. Pada Keraton Kasepuhan
Cirebon, mulai dari masjid sampai kedalam keraton, banyak beredar warga yang
meminta uang pada pengunjung, hal ini menyebabkan ketidaknyamanan. Sebaiknya
pungutan seperti ini tidak ada atau sedapat mungkin dikurangi, agar pengunjung
merasa nyaman ketika mengitari kawasan dan menggunakan fasilitas yang
disediakan. Sama halnya dengan penjual di lingkar luar Goa Jatijar dan Pantai
Parangtritis yang memiliki kesan memaksa pada pengunjung. Hal seperti ini
terlihat sepele, namun jika terjadi terus menerus akan menyebabkan
ketidaknyamanan pada pengunjung. Permasalahan lainnya adalah adanya vandalisme, yang sepertinya menjadi
budaya pada masyarakat kita. Vandalisme seperti
ini dapat mengurangi nilai estetika tapak maupun lanskap. Perlu adanya
peraturan atau kebijakan atau sebuah desain yang tidak mengarahkan pengunjung
untuk melakukan kegiatan vandalisme.
ASPEK TANAMAN DAN TATA HIJAU
Karakteristik tata hijau
setiap tapak menunjukan ciri masing-masing tapak. Sehingga, tata hijau pada
setiap tapak juga membentuk karakter dari tapak tersebut. Tanaman yang
digunakan pun sudah sesuai dengan kondisi alami sekitar tapak, hal ini dapat
dilihat dari pertumbuhan tanaman yang baik. Pertumbuhan yang baik dari tanaman
ini membentuk kualitas tata hijau yang baik. Planting design sudah diterapkan dengan baik, sehingga tanaman pada
setiap tapak memberikan fungsi yang sesuai. Rencana penanaman yang telah dibuat diharapkan setelah penanaman akan
memenuhi tujuan perencanaan penanaman, yaitu terciptanya taman/lanskap yang
indah dan nyaman, serta tersedia ruang yang cukup untuk beragam aktivitas. Disamping
lingkungan tumbuh harus disiapkan, pada saat perencanaan sudah harus memilih
tanaman yang beradaptasi terhadap faktor lingkungan, seperti iklim, tanah,
air, udara.
Tanaman akan
memenuhi harapan sesuai rencana bila :
- Tanaman yang telah ditanam, tumbuh dengan optimum dan menampilkan sifat-sifat fisik tanaman yang diinginkan, seperti
bentuk tajuk, dimensi tanaman,
warna, tekstur, dsb
- Dengan pertambahan umur, tanaman tetap konsisten menampilkan sifat fisik
yang diinginkan
sejak perencanaan
Vegetasi penting bagi
kehidupan kota, sekarang ini pada kawasan perkotaan sudah sedikit yang memiliki
lahan terbuka, sehingga diperlukan vegetasi pada jalan, baik yang ditanam
langsung, maupun dengan menggunakan planter
box. Adapun pentingnya jalur hijau jalan adalah sebagai berikut :
1. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
utama dalam kota
2. Menyebar rata dalam kota
3. Dominan memberi karakter
lanskap kota
4. Berkontribusi besar dalam
peranan ekologis
Tanaman pada RTH jalan yang
digunakan harus sesuai dengan persyartan tumbuh, toleran terhadap polusi udara,
sesuai dengan tipe jalan dan posisi jalan, dan sesuai dengan fungsi yang ingin
dimunculkan.
Tanaman memiliki bnetuk
tajuk, warna, tinggi, diameter, dan lain sebagainya yang berbeda, hal ini
memberikan fungsi yang berbeda pula bagi setiap tanaman. Beberapa fungsi
tanaman yang dapat disajikan adalah sebagai berikut :
- Penggunaan
untuk ameliorasi iklim/menciptakan kenyamanan
Tanaman melembutkan iklim/mengontrol iklim dengan
:
- memberi naungan dari sinar matahari
- memodifikasi suhu udara
-
menambah kelembaban udara
- memberi
naungan dari hujan
- menahan
angin
- menahan
silau
- Penggunaan
untuk merekayasa lingkungan
Tanaman dipergunakan untuk merekayasa lingkungan
agar terbentuk kualitas lingkungan yang baik, dengan :
-
mengontrol erosi
-
mengontrol sistem hidrologi
-
mengurangi polusi udara
- mereduksi
bising
- memperbaiki aroma udara
- menjadi
habitat satwa liar
- menahan abrasi pantai gelombang
- mereklamasi lahan tambang
- Penggunaan
untuk keperluan arsitektural
Untuk keperluan arsitektural, tanaman
dipakai untuk:
- membentuk ruang yang terdiri atas lantai/alas, dinding, atap (shelter)
- pembagi
ruang, memperluas atau mempersempit
- pembatas
(border)
- penutup
(screen)
- pengarah
- Penggunaan
untuk keindahan
- menampilkan ciri fisik yang dapat diindera, komposisi
dari warna, bentuk, tekstur, ukuran, volume, aroma, suara yang harmonis, memberi kesan indah
- membingkai view
- memberi latar belakang
- menonjolkan objek tertentu
- melembutkan garis dan massa
bangunan
- menyatukan elemen arsitektur
bangunan
- menciptakan pola bayangan
Pemilihan tanaman apda setiap
tapak berbeda sesuai dengan fungsi yang diinginkan pada tapak. Pada Rest Area
Jalan Tol, Ruas Jalan Tol dan Kota Yogyakarta/Malioboro, diperlukan tanaman
yang dapat menyerap polusi dan bising. Tanaman dapat mengurangi bising dengan
menyerap dan memantulkan gelombang suara. Bagian tanaman yang efektif menguragi
bising adalah daun, cabang, ranting, dan batang. Penanaman/planting design yang efektif mengurangi bising/suara adalah :
·
Tanaman berkanopi padat
·
Berupa pohon tinggi
·
Berdaun jarum atau berdaun tebal
·
Merupakan kombinasi pohon dan semak
·
Ditanam dekat dengan sumber suara. Pada jalan tol jarak
maksimum adalah 5 meter dari bahu jalan. Pada jalan biasa, dapat ditanam disisi
trotoar.
Sedangkan tanaman yang dapat
mengurangi polusi udara adalah tanaman dengan :
ü Menyerap gas yang masuk melalui
stomata
ü Menjerap
partikel padat (partikulat, debu) yang menempel pada permukaan tanaman. Tanaman yang efektif mengurangi
partikel :
- Daun jarum
- Daun berbulu (trikoma)
- Daun bersisil
- Daun kasar, bergerigi
- Daun dengan permukaan lengket
ü Mendeposisi
polutan partikel yang besar yang jatuh ke permukaan tanah setelah menyentuh permukaan tanaman
ü Mendifusi polutan yang di distribusikan ke atmosfir luas, atau
polutan hanya diencerkan.
Berikut ini adalah tanaman yang
tinggi kapasitas menyerap polutan gas (NO2) yang direkomendasikan pada ruas
jalan, atau pada tapak yang berada dekat dengan sumber polusi :
1. Pohon
•
Dadap kuning
•
Asam keranji
•
Flamboyan
•
Cempaka
•
Nangka
•
Kapuk
2. Semak
•
Air mancur
merah (Jacobina sp)
•
Loli pop kuning
•
Bogenvil ungu
•
Akalipa merah
•
Akalipa kuning
•
Nusa indah
Lanskap alami cenderung memiliki ciri
tapak yang berukuran luas, sehingga harus diusahakan memenuhi model
pemeliharaan yang minimum.
–
Pemilihan tanaman asli (native
plant) lebih diutamakan
dibandingkan tanaman introduksi yang terlantar.
–
Tanaman
introduksi yang terlantar akan tertutup oleh tanaman asli/ liar.
Sedangkan penanaman pada jalur jalan
tol, penentuan lokasi sangat penting untuk mengembangkan potensi visual. Pada
proses pembangunannya, tidak perlu menebang pohon eksisting, karena untuk
mendapatkan pohon yang memiliki ukuran yang sama dengan aslinya membutuhkan
waktu yang lama, yaitu 15-25 tahun. Penanaman tanaman lebih ditujukan untuk
memperkaya daripada mengganti tanaman alaminya. Keindahan jalut jalan tol bukan sekedar
keindahan dari penanaman pohon dan semak, tetapi juga menggambarkan lingkungan sosial, dan
keterkaitan antara kondisi sosial dengan nilai sejarahnya. Penanaman vegetasi dapat mengurangi
kemonotonan, dan mencegah bahaya lalu-lintas. Kemungkinan bahaya yang terjadi adalah (1) gangguan
pemandangan, (2)
bahaya
menabrak pohon, dan
(3) tergelincir oleh daun.