Jumat, 09 Maret 2012

KULAP (26-29 Juni 2011)


KULAP atau Kuliah Lapang adalah salah satu mata kuliah dengan jumlah 2 SKS. ini adalah kuliah paling asik, karena 4 pertemuan dikelas sebagai pendahulan dan 4 hari 3 malam kita mengamati dan berjalan-jalan ke berbagai obyek lanskap. tugas? oh, tentu ada. tugasnya kita harus melaporkan hasil pengamatan dari aspek :
1. Desain Lanskap
2. Perencanaan Lanskap
3. Manajemen/ Pengelolaan Lanskap
4. Tanaman dan Tata Hijau

Obyek lanskap yang dikunjungi pada kegiatan Kuliah Lapang Arsitektur Lanskap adalah rest area, Keraton Kasepuhan Cirebon, Kotagede, Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Kampung Kauman, Benteng Vredeburg, Kota Yogyakarta/ Malioboro, Candi Prambanan, Gunung Merapi dan Museum Vulkanologi, Pantai Parangtritis, dan Gua Jatijajar. Berikut adalah gambaran umum dari setiap lokasi :
1.      Rest Area Jalan Tol Cipularang
Pembangunan jalan tol yang cukup panjang menyebabkan pentingnya penyediaan area untuk pemberhentian sementara bagi pengguna jalan yang dikenal sebagai rest area, karena digunakan sebagai tempat istirahat sementara pada waktu melintas di jalan tol yang cukup panjang. Jalan Tol Cipularang merupakan jalan tol yang cukup panjang dan cukup banyak terdapat rest areadi kiri dan kanan jalan. Ramainya pengguna jalan menyebabkan pembangunan rest area tidak sekedar sebagai tempat istirahat, tetapi berkembang sebagai sarana jalan tol yang menyediakan berbagai fasilitas dan sangat potensial dari sisi ekonomi. Yang perlu diperhatikan dalam pembangunan rest area ini adalah lingkungan ekologi kawasan, aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan manusia pengguna, serta estetika lanskapnya.
2.      Keraton Kasepuhan Cirebon
Keraton Kasepuhan merupakan keraton tertua dari empat keraton di Kota Cirebon. Keraton ini semula bernama keraton Pangkuwati yang dibangun pada tahun 1480 M oleh Pangeran Sri Mangana Cakrabuana, putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran Bogor.
3.      Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun1756 Masehi oleh Pangeran Mangkubumi Sukowati yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Lokasi ini berada dalam satu garis imajiner Laut Selatan, Krapyak, Kraton, dan Gunung Merapi. Bangunan Kraton Yogyakarta sedikitnya terdiri dari tujuh bangsal. Masing-masing bangsal dibatasi dengan regol atau pintu masuk. Bangunan inti keraton dibentengi dengan tembok ganda setinggi 3,5 meter berbentuk bujur sangkar. Sehingga untuk memasukinya harus melewati pintu gerbang yang disebut plengkung.
4.      Taman Sari
Taman Sari adalah situs bekas taman Keraton Yogyakarta. Taman ini dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I, pada tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman ini mendapat sebutan “The Fragrant Garden” ini memiliki luas lebih dari 10 Ha dengan 57 bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan beserta pulau buatan dan lorong bawah air. Kompleks Taman Sari dapat dibagi menjadi 4 bagian.
5.      Benteng Vredeburg
Benteng ini dibanguna oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1765. Benteng ini terletak di utara keraton. Benteng ini juga memiliki arsitektur yang unik, saat ini, dimanfaatkan sebagai museum yang menampilkan display perjuangan rakyat Indonesia merbut kemerdekaan.


6.      Kota Gede
Kota Gede merupakan sebuah kawasan yang terletak sekitar 10 km di delatan Kota Yogyakarta. Dulu, kawasan ini merupakan pusat pemerintahan kerajaan Mataram Islam pada pertengahan abad XVI Masehi. Pada kawasan ini terdapat makam raja-raja terdahulu. Saat ini, kawasan Kota Gede terkenal dengan kerajinan perak, yang terletak di sepanjang Jalan Kemasan.
7.      Kota Yogyakarta/ Malioboro
Kota Yogyakarta/ Malioboro merupakan kota pusat budaya Jawa, selain kota Surakarta. Kota ini dibangun sejak didirikannya Keraton Yogyakarta sebagai Ibukota Kerajaan Mataram oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Pada awal pembangunan kota ini menganut konsep yang dianut keraton, khusunya konsep tata ruang dan poros imajiner Gunung Merapi- Alun-alun – Keraton – Laut Selatan.
8.      Candi Prambanan
Candi Prambanan merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia, dengan ketinggian 47 meter, dibangun oleh dinasti Sanjaya pada abad 9. Terletak 17 km ke arah timur Yogyakarta di tepi jalan raya menuju Solo. Candi yang utama adalah Candi Siwa (tengah), Candi Brahma (selatan), Candi Wisnu (utara). Pada dinding pagar langkan candi Siwa dan candi Brahma terdapat relief cerita Ramayana, sedangkan pada pagar langkan candi Wisnu terdapat relief Krisyana. Pada candi Siwa relief cerita Ramayana tersebut searah jarum jam, relief selanjutnya bersambung di candi Brahma.
9.      Gunung Merapi dan Museum Vulkanologi
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi teraktif di dunia. Pemanfaatan kembali kawasan ini perlu perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan karakteristik alami lanskap dan upaya mitigasi bencana. Museum Vulkanologi merupakan salah satu pusat edukasi mengenai vulkanologi di Indonesia, untuk memberikan informasi lebih banyak tentang kegunungapian dan mitigasi bencana.
10.  Pantai Parangtritis
Pantai Parangtritis adalah pantai Samudera Hindia yang terletak 28 km di Selatan Kota Yogyakarta.
11.  Goa Jatijajar
Taman wisata Goa Jatijajar terletak 21 km ke arah selatan Gombong, atau 42 km ke arah barat Kebumen. Goa Jatijajar merupakan goa kapur yang telah terbentuk secara alami selama ribuan tahun. Di dalam goa terdapat mata air atau sendang. Sebagai obyek wisata, di dalam goa ditambahkan elemen artifisial, terutama diorama dengan patung yang berjumlah 32 buah patung, yang keseluruhannya menceritakan legenda “Raden Kamandaka-Lutung Kasarung”

ASPEK DESAIN LANSKAP
Karakteristik desain yang ada dalam setiap tapak yang dikunjungi berbeda-beda, ada yang alami atau buatan dan tradisional atau modern. Lanskap dengan karakter alami merupakan lanskap yang terbentuk karena alam tanpa adanya campur tangan manusia, sedangkan lanskap dengan karakter buatan adalah lanskap yang melibatkan manusia dalam proses pembentukannya. Berikut adalah tabel hasil pengamatan karakter lanskap yang dimiliki oleh setiap obyek.
Tabel 1. Karakteristik Desain Lanskap
Tapak
Karakteristik Desain
Alami
Buatan
Tradisional
Modern
Rest Area Jalan Tol Cipularang
v
v
Keraton Kasepuhan Cirebon
v
v
Keraton Yogyakarta
v
v
Taman Sari
v
v
Benteng Vredeburg
v
v
Kota Gede
v
v
v
Kota Yogyakarta/ Malioboro
v
v
v
Candi Prambanan
v
v
v
Gunung Merapi
v
v
Museum Vulkanologi
v
v
Pantai Parangtritis
v
v
Goa Jatijajar
v
v
         
   Rest area merupakan lanskap yang dibuat di sepanjang jalan tol, sebagai fasilitas peristirahatan dalam jalur jalan tol yang cukup panjang. Lanskap pada jalur jalan tol merupakan proses disain keseluruhannya, dan tidak boleh diperlakukan sekedar sebagai kosmetik terhadap sesuatu yang dianggap tidak baik. Demikian pula lanskap yang terdapat pada rest area adalah harus di desain  untuk menambah kenyamanan pada pengunjung saat singgah di rest area. Sedangkan, pada Keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton Yogyakarta, Taman Sari dan Benteng Vredeburg terlihat lanskap buatan yang cenderung tradisional. Berbeda dengan Kota Gede yang memiliki karakter lanskap yang alami dan juga buatan serta tradisional. Lanskap Kota Gede alami karena keberadaanya secara alami sebagai pemukiman maskyarakat, namun elemen yang ada pada Kota Gede seperti rumah, dibuat oleh penduduk sekitar. Namun, dari elemen buatan maupun alami yang ada pada tapak, tetap memiliki kesan tradisional.
Pada setiap obyek yang dikunjungi, memiki hal-hal yang menonjol dan unik yang membuat perbedaan dan ciri masing-masing, dan menerapkan prinsip desain dengan baik. Prinsip disain yang harus diterapkan mencakup:
1. simplicity
2. scale/ proportion
3. balance
4. rhythm
5. contrast
6. unity.
Pada kawasan keraton Kasepuhan Cirebon terdapat alun-alun, mesjid dan juga lapangan. Pada gambar 1.a dapat terlihat sebuah panggung kecil tempat raja melihat pertunjukan yang ada di lapangan.  Sedangkan, di dalam keraton penerapan desain terlihat dari bentuk gapura dan elemen pendukung keraton itu sendiri. Nilai lokal terlihat dari bentuk desain dari panggung, gapura, tembok, dan lainnya yang banyak menggunakan ukiran. Desain lanskap yang ada sudah sesuai dengan kondisi alami tapak serta lingkungannya, dan juga sesuai dengan fungsi dan budaya. Secara keseluruhan, desain Keraton Kasepuhan Cirebon ini sudah sangat baik, dengan adanya pembagian zona, yaitu zona pengembangan, zona penyangga, dan zona inti.
               
                
Gambar 1. Keraton Kasepuhan Cirebon
          Sama halnya dengan Keraton Kasepuhan Cirebon, desain pada Kota Gede pun mengunggulkan ukiran. Namun, ukiran ini tidak sama dengan ukiran pada Keraton Kasepuhan Cirebon. Secara keseluruhan, lanskap ini telah menerapkan prinsip desain dengan baik dan menyatu dengan alam. Demikian pula pada Keraton Yogyakarta, desain lanskap pada tapak ini sudah menerapkan prinsip desain dengan baik dengan mengunggulkan nlai lokal yang ada. Dengan karakteristik tradisional, yang terlihat pada ukiran di tembok keraton, serta pada bentuk atap yang bertingkat dan meruncing. Layaknya arsitektur tradisional yang dibangun pada masa itu, setiap elemen memiliki makna tersendiri yang memiliki sebuah doa atau pengharapan.

                   
Gambar 2. Kota Gede
          
                 
                 
Gambar 3. Keraton Yogyakarta
          Secara keseluruhan, kualitas desain dari setiap tapak sudah baik dan sudah menerapkan prinsip desain. Walaupun, elemen pada tapak adalah elemen buatan, tetapi setiap elemen yang ada berhasil bersatu dengan baik dengan kondisi alam disekitarnya. Selain itu, lanskap yang ada sudah sesuai dengan fungsi dan budaya masyarakat sekitar. Keraton Kasepuhan Cirebon dan Keraton Yogyakarta berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga raja. Sehingga, lanskap dari keraton ini dibuat agar tampak nyaman dan aman bagi penghuni keraton. Demikian halnya dengan Kota Gede, yang juga merupakan sebuah kawasan pemukiman yang terkenal dengan kerajinan perak. Desain lanskap Kota Gede sudah mencerminkan fungsinya sebagai pemukiman, dan budaya dari masyarakat sebagai pengrajin perak.
          Tapak lain yang juga berfungsi sebagai pemukiman/tempat tinggal adalah Taman Sari. Taman Sari merupakan bagian dari Keraton Yogyakarta, yang berfungsi sebagai tempat persembunyian. Hal ini dapat terlihat dari tembok yang mengelilingi Keraton Yogyakarta dan Taman Sari. Lanskap pada Taman Sari lebih di dominasi oleh elemen keras berupa tembok, kolam dan lorong. Desain seperti ini, menunjang fungsinya sebagai tempat persembunyian pada saat itu. Selain itu, Benteng Vredeburg juga merupakan salah satu bagian dari Keraton Yogyakarta. Dikarenakan waktu kunjungan yang tidak tepat, maka pada tapak ini hanya dapat diamati pada halaman depan saja. Lanskap pada benteng ini tentu sudah mengalami perubahan, karena pada tapak ini sudah terdapat jejeran kios-kioas. Fungsi benteng ini sudah beralih, dari tempat pertahanan menjadi museum dan tempat diadakannya pertunjukkan seni. Lanskap pada tapak ini sudah cukup nyaman, dan tidak terdapat permasalahan desain, karena pada tapak ini halaman terlihat kosong dan pandangan tidak terhalang, sehingga pengunjung dapat melihat ke segala arah dengan cepat.
          Obyek lainnya yang memiliki karakter lansakap berbeda adalah Candi Prambanan dan Kota Yogyakarta/Malioboro, yang bersifat alami sekaligus buatan, namun tetap tradisional. Candi Prambanan adalah lanskap alami yang itunjang dengan lanskap buatan, sehingga secara keseluruhan lanskap pada tapak ini sesuai dengan kondisi alaminya. Keunggulan dari desain lasnkap ini adalah adanya pola sirkulasi yang mengarahkan pengunjung serta dengan adanya pembagian ruang yang apik. Ruang- ruang ini dihubungkan oleh sirkulasi yang linear. Pada mulanya, pengunjung dari tempat parkir diarahkan ke loket yang kemudian berlanjut ke ruang inti, yaitu candi Prambanan. Setelah pengunjung selesai mengitari kawasan candi, pengunjung diarahkan ke pintu keluar. Sebelum menuju pintu keluar, disajikan area bermain anak, Museum Prambanan, dan lain sebagainya. Setelah pengunjung keluar dari kawasan inti, pengunjung disajikan area perbelanjaan. Desain seperti ini sangat baik, karena dari desain seperti ini seluruh sarana dan fasilitas yang disediakan oleh pengelola dapat digunakan dengan baik oleh pengunjung, selain itu pembagian sperti ini tidak akan membuat pengunjung bingung atau tersesat.
          Kota Yogyakarta adalah kota yang sangat hidup pada malam hari. Khususnya pada kawasan Malioboro, yang sangat terkenal di telinga wisatawan lokal maupun mancanegara. Kota ini sangat tertata dengan baik. Jalur sirkulasi di sepanjang jalan sangat bersig dan di desain sangat baik dan memperhatikan fungsi, budaya serta kondisi alaminya. Pada jalur sirkulasi tidak hanya terdapat jalur sirkulasi unruk kendaraan bermotor saja, tetapi juga terdapat jalur untuk pejalan kaki. Elemen keras pada jalan pun memberi ciri khas pada Kota Yogyakarta/Malioboro, yaitu lampu jalan dan signage. Lampu jalan pada kota ini tidak hanya sekedar pajangan saja seperti lampu jalan pada kota lain. Secaara keseluruhan desain lanskap kota ini sudah sangat baik. Desain kota ini cenderung membentuk perilaku dari masyarakatnya, sehingga kota ini dapat memberikan rasa aman dan nyaman.
          Obyek selanjutnya adalah Gunung Merapi, yang merupakan lanskap alami. Seperti yang diketahui beberapa waktu lalu, gunung ini memuntahkan lahar panasnya. Sehingga, cukup menggemparkan Yogyakarta, dan merusak lanskap sekitar Gunung Merapi. Terlihat banyaknya kawah atau lubang disekitar kawasan Gunung Merapi, dan debu yang menutupi kawasan. Namun, saat ini kawasan ini sudah mulai terlihat hijau dan hidup kembali. Kawasan ini, saat ini di bagi menjadi tiga zona yaitu zona hijau-aman, zona kuning-cukup aman, dan zona merah-tidak aman. Akibat dari letusan Gunung Merapi, kawasan ini dijadikan obyek wisata, yang masih terdapat di zona kuning. Ini merupakan suatu kesalahan, karena pada zona kuning masih tidak boleh ditempati maupun dikunjingi oleh masyarakat. Sebaiknya, jika kawasan ini masih ingin dijadikan obyek wisata, perlu adanya desain yang menjamin kemanan pengunjung, sehingga jika ada aktivitas dari Gunung Merapi, pengunjung ataupun masyarakat  dapat di evakuasi dengan cepat dan aman.
                  
                   
Gambar 4. Lanskap Gunung Merapi setelah letusan
Alternatif lain jika kawasan ini tetap ingin dijadikan sebagai obyek wisata adalah dengan menambahkan kelengkapan pada Museum Vulkanologi. Lanskap pada museum ini sudah cenderung modern, dapat dilihat dari bentuk bangunan museum dan pelataran museum yang geometris. Desain pada lasnkap ini sangat sederhana dan cenderung tidak mencerminkan arsitektural jawa maupun yogyakarta.
               
Gambar 5. Pelataran Museum Vulkanologi             Gambar 6. Tampak depan Museum Vulkanologi
Lanskap alami lainnya yang dikunjungi adalah Pantai Parangtritis dan Goa Jatijajar. Pada Pantai Parangtritis, tidak terdapat banyak elemen pada tapak. Tapak cenderung dibiarkan kosong pada zona inti, pesisir pantai. Pada zona ini, dapat terlihat hamparan laut yang indah dan pegunungan pada arah berkebalikan 180o. Pemandangan ini sangat jarang di dapatkan pada sebuah pantai. Hanya pada Pantai Parangtritis, dapat dinikmati dua pemandangan sekaligus, hamparan air dan pegunungan. Sedangkan, lanskap pada Goa Jatijajar sangat tidak tertata pada pelatarannya. Tidak adanya pembagian ruang yang jelas menyebabkan pedagang dapat memasuki zona penyangga. Selain itu, ketidakjelasan pembagian ruang, mengakibatkan sirkulasi yang kurang jelas. Fungsi lanskap pada tapak ini tidak digunakan dengan baik.
Gambar 7. Pelataran Goa Jatijajar

ASPEK PERENCANAAN LANSKAP
Cara mengurangi pemeliharaan pada tahap perencanaan
         penggunaan paving pada area rumput
         lay out yang sederhana dengan open space yang luas lebih mudah dipelihara dibanding lanskap dengan banyak species tanaman dan flower bed
        menggunakan maintenance free plants. Makin exotic pilihan dan susunan tanaman makin banyak pemeliharaan. Bila mungkin memilih tanaman yang secara agroklimat cocok.
        penanaman tertentu memerlukan pemeliharaan intensip dibanding tanaman lainnya. Lawn memerlukan pemangkasan yang teratur.
        lay out lawn harus bebas dari hambatan penggunaan mower.
        mengurangi tanaman semusim
        menggunakan tanaman perennial berkayu atau selalu menganak
        merencanakan penggunaan alat/mesin pemeliharaan, dan sistim irigasi mekanis 
Tabel 2. Perencanaan dan Analisis Tapak
No
Lanskap Jalan/Rest Area
Keraton Kasepuhan
Kota Gede
Perencanaan Lanskap
1
Fungsi ruang yang dikembangkan(multifungsi, tunggal, ganda)
Tunggal
-tempat peristirahatan
Ganda  
-kawasan wisata
-tempat mengadakan upacara adat
Multifungsi
-kawasan wisata
-tempat tinggal warga
-pusat kerajinan perak
-area mata pencaharian warga
2
Tata ruang (ruang sosial, ruang budaya, ruang ekologi, ruang rekreatif, ruang konservasi)
Ruang sosial
Ruang budaya
Ruang sosial, ruang budaya, ruang ekologi
3
Struktur tata ruang (hirarki)
Hirarki
4
Pola sirkulasi (looping, linear, curvilinear, radial, grid)
Linear
Linear
Linear
5
Konsep tata ruang
Sudah ada pembagian ruang : inti, penyangga, dan pengembangan.
Pembagian ruang sudah cukup jelas
6
Pendekatan (human ecological, parametric, ecological approach)
Human ecological
Human ecological
Human ecological
Analisis Tapak
1
Faktor utama pembentuk tapak (biofisik, sosial, budaya, sejarah)
Sosial
Budaya, sejarah
Biofisik, budaya, sosial
2
Kategori tapak (ideal site, alternative site)
Alternative site
Ideal site
Ideal site
3
Rekayasa Tapak (site engineering)
Cut and fill
Mempertahan bentuk tapak
Mempertahan bentuk tapak



Tabel 2. Perencanaan dan Analisis Tapak (lanjutan)
No
Taman Sari
Keraton Yogyakarta
Benteng Vredeburg
Perencanaan Lanskap
1
Fungsi ruang yang dikembangkan(multifungsi, tunggal, ganda)
Tunggal
-kawasan wisata
Tunggal
-kawasan wisata
Multifungsi
-kawasan wisata(museum)
-tempat menyelenggarakn pertunjukan seni
2
Tata ruang (ruang sosial, ruang budaya, ruang ekologi, ruang rekreatif, ruang konservasi)
Ruang sosial, ruang budaya
Ruang sosial, ruang budaya, ruang ekologi
Ruang sosial, ruang budaya
3
Struktur tata ruang (hirarki)
Hirarki
Hirarki
Hirarki
4
Pola sirkulasi (looping, linear, curvilinear, radial, grid)
Linear
Linear
Linear
5
Konsep tata ruang
Dibagi menjadi 4 bagian: danau buatan, bangunan, Pasarean Ledok Sari dan Kolam Garjiwati, dan kompleks Magangan.
Terdapat pembagian ruang yang jelas: inti, penyangga, dan pengembangan
6
Pendekatan (human ecological, parametric, ecological approach)
Human ecological
Human ecological
Human ecological
Analisis Tapak
1
Faktor utama pembentuk tapak (biofisik, sosial, budaya, sejarah)
Sejarah, budaya
Sejarah, budaya
Sejarah, budaya
2
Kategori tapak (ideal site, alternative site)
Ideal site
Ideal site
Ideal site
3
Rekayasa Tapak (site engineering)
Mempertahan bentuk tapak
Mempertahan bentuk tapak



Tabel 2. Perencanaan dan Analisis Tapak (lanjutan)
No
Kota Yogyakarta/
Malioboro
Gunung Merapi
Candi Prambanan
Gua Jatijajar
Perencanaan Lanskap
1
Fungsi ruang yang dikembangkan
(multifungsi, tunggal, ganda)
Multifungsi
-pusat perbelanjaan bagi wisatawan
-obyek wisata
-tempat tinggal warga
Multi fungsi
-kawasan wisata
-mata pencaharian warga sekitar
-tempat tinggal warga
Tunggal
-kawasan wisata
Tunggal
-kawasan wisata
2
Tata ruang (ruang sosial, ruang budaya, ruang ekologi, ruang rekreatif, ruang konservasi)
Ruang sosial, ruang budaya, ruang rekreatif
Ruang ekologi, ruang konservasi
Ruang budaya, ruang rekreatif
Ruang rekreatif
3
Struktur tata ruang (hirarki)
Hirarki
Non hirarki
Non hirarki
4
Pola sirkulasi (looping, linear, curvilinear, radial, grid)
Grid
Linear
Linear
Linear
5
Konsep tata ruang
Tata ruang kota Yogyakarta sangat rapi
Sejak terjadi letusan, Gn. Merapi dibagi menjadi 3 ruang/zona.
Pembagian ruang sangat baik. Terdapat 3 ruang : inti, penyangga, dan pengembang
Pembagian sudah ada namun masih tidak terlihat jelas.
6
Pendekatan (human ecological, parametric, ecological approach)
Human ecological
Ecological approach
Human ecological
Ecological approach
Analisis Tapak
1
Faktor utama pembentuk tapak (biofisik, sosial, budaya, sejarah)
Sosial, budaya, sejarah
Budaya, searah, biofisik
Budaya, sejarah, biofisik
Sejarah
2
Kategori tapak (ideal site, alternative site)
Ideal site
Ideal site
Ideal site
Ideal site
3
Rekayasa Tapak (site engineering)
Mempertahan bentuk tapak
Mempertahan bentuk tapak
Mempertahan bentuk tapak

ASPEK PENGELOLAAN



Pada tapak yang memiliki karakter lanskap yang alami, jika manusia mengelola lingkungan dengan memakai teknologinya, dan dikombinasikan dengan prinsip-prinsip ekologi, maka dapat dijamin keberhasilan pemanfaatan lahan untuk kebutuhan manusia tanpa merusak lanskap alami.
Secara umum, keseluruhan tapak memilik tampilan fisik yang baik. Namun, memang ada beberapa tapak yang masih kurang memperhatikan tampilan fisiknya. Berikut iniadalah tabel data pengelola setiap tapak yang dikunjungi.

Tabel 3. Data Pengelola
Tapak
Pengelola
Dukungan Pemda
Pemda
Swasta
Ada
Tidak Ada
Ruas Jalan dan Rest Area Jalan Tol Cipularang
PT. Jasamarga
v
Keraton Kasepuhan Cirebon
v
v
Keraton Yogyakarta
v
v
Taman Sari
v
v
Benteng Vredeburg
v
v
Kota Gede
v
v
Kota Yogyakarta/ Malioboro
v
v
Candi Prambanan
PT. Taman Wisata Candi
v
Gunung Merapi
v
Museum Vulkanologi
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman
v
Pantai Parangtritis
v
v
Goa Jatijajar
v
v

Manajemen lanskap diperlukan untuk menjaga dan merawat keberadaan lanskap itu sendiri dan fasilitasnya agar tetap sesuai dengan tujuan desain dan fungsi semula, selain itu juga untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengunjung. Manajeman lanskap yang baik juga dapat meningkatkan nilai dari lanskpa yang bersangkutan. Oleh karena itu, diperlukan fasilitas yang menunjang manajemen lanskap secara keseluruhan. Adapaun fasilitas yang tersedia adalah :
a.      loket penjualan tiket
b.      pusat informasi
c.       pemandu wisata
d.      toilet umum
e.      mushola
f.        tempat duduk/ bangku
g.      area perbelanjaan souvenir/toko souvenir
h.      tempat/area parkir
i.        tempat sampah
Rencana pengelolaan sebuah lanskap memerlukan sebuah perhitungan yang jelas, agar tidak menyebabkan kerugian. Adapaun rencana pengelolaan yang harus dilakukan adalah :
a.      organisasi pengelolaan
b.      kebutuhan tenaga kerja
c.       metode kerja yang digunakan
d.      spesifikasi bahan dan alat
e.      jadwal pengelolaan
f.        kebutuhan anggaran biaya
Sedangkan, proses pengelolaan yang baik adalah dengan (1) menetapkan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak pengelola, (2) merencanakan operasional kegiatan pengelolaan, (3) melaksanakan pekerjaan pengelolaan yang sudah ditetapkan, (4) memantau kegiatan pengelolaan, apakah sudah sesuai dengan rencana yang disusun dan apakah sudah sesuai dengan tujuan pengelolaan, dan jika diperlukan dapat (5) melakukan re-design.
Seperti yang telah disebutkan, kegiatan pengelolaan memerlukan anggaran biaya. Biaya ini didapatkan dari hasil penjualan tiket dan pemasukan lainnya yang dipungut oleh pengelola. Atau juga dapat diterima dari hasil penyewaan kios pada pedagang. Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan biaya pemeliharaan/pengelolaan adala dengan menggunakan :
a.      desain yang sederhana. Desain yang sederhana membantu memudahkan pemeliharaan, karena pada desain yang sederhana, tidak menggunakan detail yang sulit. Sehingga, pemeliharaan/pengelolaan dapat dilakukan lebih mudah dan sesuai dengan desain yang diberikan.
b.      elemen penunjang yang mudah dicari. Jika terdapat elemen yang rusak, misalnya elemen pada dinding candi rusak dan harus diganti, maka elemen ini harus mudah dicari. Sehingga tidak membutuhkan biaya yang besar untuk mengganti elemen tersebut. Sebaiknya digunakan elemen dari daerah lokal.
c.       struktur bahan yang kuat dan awet. Struktur bahan yang digunakan harus sesuai dengan kondisi ekologi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, lebih baik digunakan bahan yang berasal dari daerah asal/lokal.
d.      pola sirkulasi yang jelas, rasional, dan logis. Sirkulasi linear lebih baik digunakan, karena memudahkan dalam proses pemeliharaan/pengelolaan.
e.      jaringan utilitas terencana dengan baik dan terdokumentasi. Hal ini bermanfaat jika jaringan utilitas mengalami gangguan/kerusakan, maka tidak perlu melakukan pembongkaran secara keseluruhan. Tetapi dapat dilihat dari dokumen bagian jaringan yang harus dilakukan pembingkaran dan diperbaiki.
Setiap tapak yang dikunjungi memiliki tingkat pemeliharaan yang berbeda-beda. Terdapat tiga tingkat pemeliharaan yang biasa dilakukan, yaitu :
1.      intensif, dilakukan pada tapak yang berukuran relatif kecil, seperti taman rumah, median jalan, tempat rekreasi
2.      semi intensif, dilakukan pada tapak yang mengakomodasi banyak kegiatan seperti taman lingkungan
3.      ekstensif, dilakukan pada tapak berukuran relatif besar dan luas, misalnya jalan tol

Tabel 4. Tingkat Pemeliharaan Tapak
Tapak
Tingkat Pemeliharaan
Intensif
Semi
Ekstensif
Ruas Jalan Tol Cipularang
v
Rest Area Jalan Tol Cipularang
v
Keraton Kasepuhan Cirebon
v
Keraton Yogyakarta
v
Taman Sari
v
Benteng Vredeburg
v
Kota Gede
v
Kota Yogyakarta/ Malioboro
v
Candi Prambanan
v
Gunung Merapi
v
Museum Vulkanologi
v
Pantai Parangtritis
v
Goa Jatijajar
v

Demikian pula pada tapak yang dikunjungi. Setiap tapak mengakomodasi kegiatan pengguna tapak yang berbeda-beda, dan memiliki fungsi serta desain yang berbeda pula. Hal ini, menyebabkan tingkat pemeliharaan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan tapak. Pada tabel 4 dapat terlihat bahwa adanya perbedaan tingkat pemeliharaan. Ruas Jalan Tol Cipularang, Gunung Merapi dan Pantai Parangtritis menggunakan sistem pemeliharaan yang ekstensif, karena ukuran tapak yang relatif luas dan besar. Pada ruas jalan tol, pengguna hanya sekedar melewati jalan, pemeliharaan dilakukan hanya jika ada tanaman atau elemen penunjang yang rusak serta membahayakan pengguna jalan. Sedangkan, pada Gunung Merapi dan Pantai Parangtritis, tapak ini termasuk lanskap alami yang luas, sehingga pemeliharaan dilakukan jika terdapat elemen lanskap yang berbahaya bagi pengguna tapak. Pemeliharaan ini dapat dilakukan dengan :
1.      Mowing untuk merangsang tumbuhnya bunga.
2.      Pemangkasan untuk kebutuhan pakan; dapat juga digembalakan ternak di tempat.
3.      Pengendalian dengan pembakaran yang terkendali.
4.      Pemakaian herbisida
Lain halnya dengan Rest Area Jalan tol Cipularang, Benteng Vredeburg, dan Kota Gede yang membutuhkan pemeliharaan semi intensif. Pemeliharaan semi intensif dilakukan dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh pengelola. Pemeliharaan bertujuan untuk menhjaga keamanan dan kenyamanan pengunjung. Kegiatan yang diakomodasi pada tapak ini tidak hanya sekedar lewat seperti pada ruas jalan, tetapi pada tapak ini sudah disediakan berbagai fasilitas yang menunjang fungsi tapak. Sedangkan tapak lainnya, membutuhkan pemeliharaan yang intensif. Karena pada tapak ini, nilai yang diunggulkan adalah keindahan dari elemen intinya, seperti Keraton Kasepuhan Ciebon, Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Candi Prambanan, Museum Vulkanologi, dan Goa Jatijajar. Pemeliharaan intensif dilakukan untuk menjaga fungsi dan desain awal, sehingga pengunjung dapat merasakan keistimewaan lanskap yang disajikan.
Pengelolaan pada lanskap yang masih alami dapat dilakukan dengan 
         Pemangkasan percabangan bawah untuk meningkatkan kualitas kayu, dan meningkatkan visualitas.
         Bagian paling tepi dibiarkan percabangan utuh, supaya terlihat alami.
         Membuang jenis pohon yang tidak diinginkan, agar kualitas kayu baik.
Secara keseluruhan manajemen pada setiap tapak suadah baik. Akan tetapi, kurang tegasnya peraturan menyebabkan banyknya pungutan liar yang beredar. Pada Keraton Kasepuhan Cirebon, mulai dari masjid sampai kedalam keraton, banyak beredar warga yang meminta uang pada pengunjung, hal ini menyebabkan ketidaknyamanan. Sebaiknya pungutan seperti ini tidak ada atau sedapat mungkin dikurangi, agar pengunjung merasa nyaman ketika mengitari kawasan dan menggunakan fasilitas yang disediakan. Sama halnya dengan penjual di lingkar luar Goa Jatijar dan Pantai Parangtritis yang memiliki kesan memaksa pada pengunjung. Hal seperti ini terlihat sepele, namun jika terjadi terus menerus akan menyebabkan ketidaknyamanan pada pengunjung. Permasalahan lainnya adalah adanya vandalisme, yang sepertinya menjadi budaya pada masyarakat kita. Vandalisme seperti ini dapat mengurangi nilai estetika tapak maupun lanskap. Perlu adanya peraturan atau kebijakan atau sebuah desain yang tidak mengarahkan pengunjung untuk melakukan kegiatan vandalisme.

ASPEK TANAMAN DAN TATA HIJAU
Karakteristik tata hijau setiap tapak menunjukan ciri masing-masing tapak. Sehingga, tata hijau pada setiap tapak juga membentuk karakter dari tapak tersebut. Tanaman yang digunakan pun sudah sesuai dengan kondisi alami sekitar tapak, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman yang baik. Pertumbuhan yang baik dari tanaman ini membentuk kualitas tata hijau yang baik. Planting design sudah diterapkan dengan baik, sehingga tanaman pada setiap tapak memberikan fungsi yang sesuai. Rencana penanaman yang telah dibuat diharapkan setelah penanaman akan memenuhi tujuan perencanaan penanaman, yaitu terciptanya taman/lanskap yang indah dan nyaman, serta tersedia ruang yang cukup untuk beragam aktivitas. Disamping lingkungan tumbuh harus disiapkan, pada saat perencanaan sudah harus memilih tanaman yang beradaptasi terhadap faktor lingkungan, seperti iklim, tanah, air, udara.
Tanaman akan memenuhi harapan sesuai rencana bila :
   - Tanaman yang telah ditanam, tumbuh dengan optimum dan  menampilkan sifat-sifat fisik tanaman yang diinginkan, seperti bentuk tajuk, dimensi tanaman, warna, tekstur, dsb
   - Dengan pertambahan umur, tanaman tetap konsisten menampilkan sifat fisik yang diinginkan sejak perencanaan
   Vegetasi penting bagi kehidupan kota, sekarang ini pada kawasan perkotaan sudah sedikit yang memiliki lahan terbuka, sehingga diperlukan vegetasi pada jalan, baik yang ditanam langsung, maupun dengan menggunakan planter box. Adapun pentingnya jalur hijau jalan adalah sebagai berikut :
1. Ruang Terbuka Hijau (RTH) utama dalam kota
2. Menyebar rata dalam kota
3. Dominan memberi karakter lanskap kota
4. Berkontribusi besar dalam peranan ekologis
Tanaman pada RTH jalan yang digunakan harus sesuai dengan persyartan tumbuh, toleran terhadap polusi udara, sesuai dengan tipe jalan dan posisi jalan, dan sesuai dengan fungsi yang ingin dimunculkan.
Tanaman memiliki bnetuk tajuk, warna, tinggi, diameter, dan lain sebagainya yang berbeda, hal ini memberikan fungsi yang berbeda pula bagi setiap tanaman. Beberapa fungsi tanaman yang dapat disajikan adalah sebagai berikut :
  1. Penggunaan untuk ameliorasi iklim/menciptakan kenyamanan
Tanaman melembutkan iklim/mengontrol iklim dengan :
 -  memberi naungan dari sinar matahari
  - memodifikasi suhu udara
  - menambah kelembaban udara
  - memberi naungan dari hujan
  - menahan angin
  - menahan silau
  1. Penggunaan untuk merekayasa lingkungan
Tanaman dipergunakan untuk merekayasa lingkungan agar terbentuk kualitas lingkungan yang baik, dengan :
  - mengontrol erosi
 - mengontrol sistem hidrologi
 - mengurangi polusi udara
 - mereduksi bising
- memperbaiki aroma udara
 - menjadi habitat satwa liar
- menahan abrasi pantai gelombang
- mereklamasi lahan tambang
  1. Penggunaan untuk keperluan arsitektural
Untuk keperluan arsitektural, tanaman dipakai  untuk:
- membentuk ruang yang terdiri atas  lantai/alas, dinding, atap (shelter)
 - pembagi ruang, memperluas atau mempersempit
 - pembatas (border)
 - penutup (screen)
 - pengarah
  1. Penggunaan untuk keindahan
- menampilkan ciri fisik yang dapat diindera, komposisi dari warna, bentuk, tekstur, ukuran, volume, aroma, suara yang harmonis, memberi kesan indah
- membingkai view
- memberi latar belakang
- menonjolkan objek tertentu
- melembutkan garis dan massa bangunan
- menyatukan elemen arsitektur bangunan
- menciptakan pola bayangan
Pemilihan tanaman apda setiap tapak berbeda sesuai dengan fungsi yang diinginkan pada tapak. Pada Rest Area Jalan Tol, Ruas Jalan Tol dan Kota Yogyakarta/Malioboro, diperlukan tanaman yang dapat menyerap polusi dan bising. Tanaman dapat mengurangi bising dengan menyerap dan memantulkan gelombang suara. Bagian tanaman yang efektif menguragi bising adalah daun, cabang, ranting, dan batang. Penanaman/planting design yang efektif mengurangi bising/suara adalah :
·         Tanaman berkanopi padat
·         Berupa pohon tinggi
·         Berdaun jarum atau berdaun tebal
·         Merupakan kombinasi pohon dan semak
·         Ditanam dekat dengan sumber suara. Pada jalan tol jarak maksimum adalah 5 meter dari bahu jalan. Pada jalan biasa, dapat ditanam disisi trotoar.
Sedangkan tanaman yang dapat mengurangi polusi udara adalah tanaman dengan :
ü  Menyerap gas yang masuk melalui stomata
ü  Menjerap partikel padat (partikulat, debu) yang menempel pada permukaan tanaman. Tanaman yang efektif mengurangi partikel :

   - Daun jarum
   - Daun berbulu (trikoma)
   - Daun bersisil
   - Daun kasar, bergerigi
   - Daun dengan permukaan lengket
ü  Mendeposisi polutan partikel yang besar yang jatuh ke permukaan tanah setelah menyentuh permukaan tanaman
ü  Mendifusi polutan yang di distribusikan ke atmosfir luas, atau polutan hanya diencerkan.
Berikut ini adalah tanaman yang tinggi kapasitas menyerap polutan gas (NO2) yang direkomendasikan pada ruas jalan, atau pada tapak yang berada dekat dengan sumber polusi :

1.      Pohon
         Dadap kuning
         Asam keranji
         Flamboyan
         Cempaka
         Nangka
         Kapuk
2.      Semak
          Air mancur merah (Jacobina sp)
          Loli pop kuning
          Bogenvil ungu
          Akalipa merah
          Akalipa kuning
          Nusa indah
Lanskap alami cenderung memiliki ciri tapak yang berukuran luas, sehingga harus diusahakan memenuhi model pemeliharaan yang minimum.
         Pemilihan tanaman asli (native plant) lebih diutamakan dibandingkan tanaman introduksi yang terlantar.
         Tanaman introduksi yang terlantar akan tertutup oleh tanaman asli/ liar.
Sedangkan penanaman pada jalur jalan tol, penentuan lokasi sangat penting untuk mengembangkan potensi visual. Pada proses pembangunannya, tidak perlu menebang pohon eksisting, karena untuk mendapatkan pohon yang memiliki ukuran yang sama dengan aslinya membutuhkan waktu yang lama, yaitu 15-25 tahun. Penanaman tanaman lebih ditujukan untuk memperkaya daripada mengganti tanaman alaminya. Keindahan jalut jalan tol bukan sekedar keindahan dari penanaman pohon dan semak, tetapi juga menggambarkan lingkungan sosial, dan keterkaitan antara kondisi sosial dengan nilai sejarahnya.  Penanaman vegetasi dapat mengurangi kemonotonan, dan mencegah bahaya lalu-lintas. Kemungkinan bahaya yang terjadi adalah (1) gangguan pemandangan, (2) bahaya menabrak pohon, dan (3) tergelincir oleh daun.